Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ..
Semua orang pasti bertanya-tanya alasan ia diciptakan dan hidup di
muka bumi. Telah Allah jelaskan dalam firman-Nya di dalam surat
adz-dzariyat ayat ke-56 yang artinya, “Tidaklah Kuciptakan jin dan
manusia kecuali agar mereka hanya beribadah kepada-Ku.” Jadi telah jelas
bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka menyembah
Allah semata tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.
Lantas apa makna ibadah itu sendiri? Berikut ini saya kutipkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimaiyah dalam kitabnya Al-‘Ubudiyah tentang makna ibadah. Beliau berkata,
“Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah di dalam perkataan dan perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir).”
Dari perkataan beliau di atas, ibadah tidaklah cukup dengan sesuatu
yang dicintai dan diridhai oleh Allah, namun harus ditambahi dengan
cakupan perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin. Karena banyak
hal yang Allah cintai, namun bukanlah ibadah. Misalnya Allah mencintai
Mekkah, namun Mekkah itu bukanlah ibadah, sehingga yang jadi ibadah
adalah melakukan ibadah haji di Mekkah sana. Allah juga meridhai para
shahabat, namun shahabat sendiri bukanlah ibadah, akan tetapi mengikuti
mereka adalah suatu ibadah yang Allah perintahkan.
Ibadah itu sendiri mencakup dua hal, yaitu amalan hati dan anggota
badan, dan perkataan hati dan lisan. Amalan hati misalnya rasa cinta,
rasa takut dan rasa harap kepada Allah. Amalan anggota badan misalnya
shalat, puasa dan zakat. Perkataan lisan misalnya berdzikir mengingat
Allah, membaca al-quran, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir.
Sampai kapan kita harus beribadah?
Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya hingga maut menjemput, alias kematian mendatanginya. Allah Ta’ala berfirman di dalam surat Al-Hajr di ayat 99 yang artinya,
“Dan sembahlah Rabbmu (Allah) hingga datang kepada kalian Al-Yaqin.”
Semua ahli tafsir sepakat bahwa makan dari Al-Yaqin adalah kematian. Berbeda dengan kaum Shufi yang memaknai Al-Yaqin
dengan telah sampainya ilmu hingga mereka bisa menyaksikan iradah
kauniyyah, sehingga mereka yang telah mencapai derajat ini akan terbebas
dari pembebanan syari’at dalam melakasanakan perintah-perintah dan
menjauhi larangan-larangan. Dan hal ini merupakan suatu kebathilan yang
paling bathil.
Jadi kesimpulannya adalah ibadah itu mencakup perintah dan larangan yang
datang dari syari’at, yang tercakup di dalamnya perkataan dan
perbuatan, baik perkataan yang lahir maupun yang batin, atau pun
perbuatan yang lahir maupun yang batin.
Artikel Terkait